Site icon KabarBekasi

Tidak Serius, Tunggu Bom Waktu Ledakan Covid-19

SIGAP - Petugas medis memeriksa kesiapan alat di ruang ICU Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3/2020). FOTO - ISTIMEWA

kabarbekasi – Pemerintah dinilai tidak serius menangani pandemi Covid-19. Faktanya, jumlah tracer atau petugas tracing Covid-19 Indonesia hanya 5.000 orang. Parahnya, 1.600 orang numpuk di Jakarta.

Kondisi itu, menyebabkan testing rate Indonesia hanya sekitar 2,5 persen dari populasi dan rasio lacak isolasi sekitar 1:5. ”Ini problem amat sangat serius. Bukti sahih selama ini kita tidak serius menangani pandemi, cuma main-main,” tutur Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Windhu Purnomo, Jumat (12/2/2021).

Baca juga : Begini Mekanisme Vaksinasi Covid-19 Kaum Usil

Testing dan tracing lemah berdampak buruk pada penemuan kasus baru. Padahal, pakem pengendalian wabah penyakit menular bertumpu pada penemuan kasus baru untuk kemudian dilakukan penanganan. ”Testing dan tracing lemah, case finding atau detection sangat buruk. Ada 5-10 kali lipat kasus belum terdeteksi dan terus menjadi reservoir penularan. Ini bom waktu,” bebernya.

Sementara itu, hal senada diungkap epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman. Ia mengkritik penanganan pemerintah mengenai pelacakan kasus. Pemerintah masih ‘buta’ akan sumber daya dalam menghadapi Covid-19. ”Manajemen data, itu bukan masalah laporan. Tapi juga SDM, fasilitas harus tahu. Perang melawan Covid-19, harus tahu kapasitas, SDM, uang, termasuk tahu situasi lapangan. Sudah satu tahun kita baru menyadari seperti itu,” tegas Budiman.

Baca juga : Amukan Covid-19 Batalkan Jerman Open 2021

Berdasar perkembangan kasus Indonesia saat ini, butuh lebih banyak pelacak. Sangat tidak ideal dan sangat kurang dengan jumlah 5.000 pelacak. Secara teoritis butuh 30 pelacak untuk 100 ribu penduduk. ”Artinya, kalau 10 juta penduduk, ada 3.000 pelacak,” ucapnya. (put)

Exit mobile version