Wahyudin seorang wasit yang menjadi korban kekerasan di lapangan hijau, blak-blakan menceritakan kondisinya. Dia hanya dibayar Rp250 ribu, tanpa dibantu asisten wasit, selama memimpin pertandingan 2×45 menit.
“Saya hanya dibayar Rp250 ribu untuk memimpin pertandingan antar kampung. Tanpa ada bantuan dua orang asisten wasit,” kata Wahyudin, dengan nada murung, Senin 13 Juli 2020.
Wahyudin menceritakan, ketika itu pertandingan yang dipimpin antara Kappas FC dan Yutaka. Posisinya masih imbang, yakni 0-0. Tapi saat para pemain Kappas FC melakukan penyerangan satu orang terlihat offside.
Baca juga: Wasit di Bekasi Ditendang dan Diinjak Pemain Tarkam
“Jadi saya tiup pluit offside. Tiba-tiba saya dikerumunin. Dari belakang ada yang menendang. Tidak itu saja, wajah saya juga diinjak sepatu bola,” kata Wahyudin yang kini dikaruniai tiga orang anak.
Menurut Wahyudin, posisi pemain Kappas FC memang terlihat offiside. Karena, ketiadaan assisten wasit, dia tetap bersikekeh kalau keputusannya benar. “Memang sangat tipis, tapi saya yakin itu offside,” katanya.
Baca juga: Bekasi Tunda Gelar Tatap Muka di Sekolah
Rupanya, kehadiran Wahyudin menjadi wasit hanya mengganti teman seprofesinya yang berhalangan hadir. Wahyudin dikenal sebagai wasit yang memiliki lisensi wasit C2 dari Asprov Liga Dua. “Sebenarnya saya wasit pengganti, seharusnya teman saya. Karena dia berhalangan saya gantikan,” jelasnya.
Keinginan Wahyudin menjadi wasit pengganti, karena ingin belajar jauh soal kewasitan. Terkait ketiadaan asisten wasit, sifatnya mendadak. Padahal, saat teknical meeting, seluruh pemain dan wasit tertulis adanya dua asisten wasit. “Tiba-tiba menjelang bertanding, asisten wasit ditiadakan, dengan berbagai alasan pihak panitia,” jelasnya. (put)