kabarbekasi – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengingatkan revisi Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) harus tetap mewadahi aturan mengenai ujaran kebencian. Terutama yang berdampak serius terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.
”Tidak berarti dengan dalih kebebasan berpendapat dijamin konstitusi, masyarakat dibiarkan mengalami keterperosokan kesatuan dan keutuhan bangsa dengan legalisasi ujaran kebencian,” tutur Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Robikin Emhas, di Jakarta, Rabu (17/2/2021).
Baca juga: Din Syamsuddin Tidak Mau Besar-besarkan Tuduhan Radikal
UU ITE semestinya dikembalikan kepada semangat awal pembentukan UU tersebut. Misalnya, melindungi konsumen ketika melakukan transaksi elektronik. Maklum, transaksi elektronik era digital semakian marak dan menjadi satu kelaziman, tetapi menimbulkan dampak negatif, seperti maraknya penipuan. ”Itu yang penting mendapat jaminan kepastian agar konsumen tidak dirugikan,” imbuhnya.
Meski demikian, bukan berarti UU ITE tidak boleh memuat larangan-larangan mengenai hate speech (ujaran kebencian), fake news, dan semacam-nya. Sebab, ujaran kebencian, apalagi berdampak serius, berupa tindakan adu domba antargolongan, antarkelompok masyarakat, antarpenganut agama, antaretnis tetap perlu diwadahi dalam UU ITE. ”Seninya bagaimana mengatur berbagai norma dalam UU ITE, tetapi tidak masuk kategori mengungkung kemerdekaan berpendapat sebagaimana dijamin konstitusi,” tukasnya.
Baca juga:Kasus Tanah Dino Patti Djalal, Anda juga Bisa Kena!
Artinya, kemerdekaan berpendapat tidak boleh dikungkung, tetapi jangan kemudian dibiarkan berjalan tanpa aturan yang justru merugikan bangsa dan negara. ”Hemat saya, review parlemen atas UU ITE tepat, usul pemerintah tepat, tetapi tidak boleh membiarkan kehidupan tanpa aturan,” ucapnya. (put)