kabarbekasi – Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. Djoko terbukti menyuap aparat penegak hukum dan melakukan pemufakatan jahat.
Vonis itu, lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta Djoko Tjandra divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan. ”Bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan,” tutur ketua Majelis Hakim Muhammad Damis, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (5/4).
Baca juga: Tersangka Korupsi Asuransi Jiwasraya Segera Diadili
Ada sejumlah hal memberatkan perbuatan Djoko Tjandra. Djoko tidak mendukung pemerintah mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. Perbuatan menghindari upaya pelaksanaan putusan telah berkekuatan hukum tetap. Suap dilakukan terdakwa ke penegak hukum. Perbuatan pemberian suap dilakukan di pengadilan negeri Jakarta Pusat yang grafiknya menunjukkan peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas.
Majelis hakim menyebut sejumlah hal meringankan perbuatan Djoko. Bersikap sopan dan telah berusia lanjut. Djoko terbukti melakukan perbuatan seperti dalam dakwaan pertama alternatif kesatu dari Pasal 5 ayat 1 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.
Baca juga: Sita Lima Mobil Mewah, Kejagung Uber Aset Asabri ke Singapura
Djoko juga terbukti melakukan dakwaan kedua alternatif ketiga dari Pasal 15 Jo. Pasal 13 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1.
Dalam dakwaan pertama, Djoko terbukti memberi jaksa Pinangki Sirna Malasari USD500 ribu. Memberi suap senilai USD370 ribu, 200 ribu dolar Singapura kepada Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, dan USD100 ribu kepada Brigjen Prasetijo Utomo.
Baca juga: Sita Aset Asabri, Kejagung Kumpulkan Rp4,4 Triliun
Uang USD500 ribu diberikan kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari agar mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) yang diajukan oleh Kejaksaan Agung atas permasalah hukum dihadapi Djoko. Tujuannya, Djoko dapat kembali ke Indonesia tanpa dieksekusi pidana 2 tahun penjara berdasar putusan Peninjauan Kembali No. 12 tertanggal 11 Juni 2009.
Djoko juga terbukti memberikan uang kepada mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte USD370 ribu, dan 200 ribu dolar Singapura, menyuap mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo USD100 ribu.
Baca juga: Wow, Kejagung Sita 36 Lukisan Berlapis Emas Kasus Asabri
Tujuan pemberian uang itu, untuk mengecek status red notice serta membantu proses penghapusan nama Djoko dari Daftar Pencarian Orang (DPO) dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi. Sedang penyerahan uang kepada Prasetijo dilakukan dalam dua kali pemberian yaitu pada 27 April 2020 sebesar USD50 ribu di gedung TNCC Polri. Lalu, pada 7 Mei 2020 sebesar USD50 ribu sekitar kantor mabes Polri.
Pada dakwaan kedua, Djoko terbukti melakukan permufakatan jahat bersama Pinangki Sirna Malasari, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking untuk mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung dengan Djoko Tjandra sepakat membayar biaya USD10 juta.
Baca juga: Kejagung Sita 3 Unit Mobil Mewah dari Kasus Dugaan Korupsi Asabri
Fatwa itu diajukan dengan argumentasi Peninjauan Kembali (PK) No 12 tertanggal 11 Juni 2009 yang menjatuhkan hukuman kepada Djoko selama 2 tahun penjara dalam kasus cessie Bank Bali tidak bisa dieksekusi karena yang berhak melakukan PK sedangkan eksekutor dari hukuman Kejagung.
Terhadap putusan itu, baik Djoko dan JPU Kejaksaan Agung menyatakan pikir-pikir selama 7 hari. Djoko saat ini sedang menjalani hukuman pidana dalam kasus cessie Bank Bali. Ia juga sudah divonis 2,5 tahun penjara karena terbukti melakukan pemalsuan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan untuk masuk Indonesia. (put)